Thursday, 27 August 2015

"Senjata Bukan Tanda Damai" (2)




Setelahnya, Kurator Ruang Memorial Perdamaian, kelak diketahui bernama Muhammad Mardian, mengajak saya untuk berkeliling dalam ruangan tersebut. Satu persatu benda dan foto yang ada di dalam ruangan itu dijelaskannya, hingga tiba pada dua buah foto yang diletakkan berdampingan bersandar pada dinding, dengan jarak keduanya sekira tiga jengkal. Foto tersebut adalah tokoh legendaris yang tidak bisa dipisahkan dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yaitu Hasan Tiro. Sementara satu foto lagi adalah milik Daud Beureeh, tokoh DI TII.

Dalam foto itu terlihat Hasan Tiro melambaikan tangannya saat sedang turun dari pesawat. Sementara Daud Beureeh dalam foto klasik itu ditampilkan sedang berjalan dengan pengawalnya, disertai tatapan mata tajam ke depan.

"Awal mula Konflik DI TII dan juga konflik GAM dengan RI adalah saat banyak hasil alam Aceh, serta eksistensi Aceh kurang diakui oleh pemerintah Indonesia. Seperti hasil alam, itu pembagiannya banyak diambil untuk RI kala itu. Aceh dirugikan, banyak hal yang disumbangkan oleh Aceh untuk RI sebelumnya padahal," kata Mardian merujuk pada foto tersebut.

Foto-foto yang dipajang di ruangan ini adalah sebagian kecil dari kejadian-kejadian masa konflik Aceh yang terekam oleh lensa kamera, diantara yang paling banyak menimbulkan korban, seperti di Beutong Ateuh, Tgk. Bantaqiah, Cot Pulot Jeumpa, Rumoh Geudong, dan Arakundo yang mayatnya dibuang ke sungai. 

Sebuah remote Televisi yang terletak di meja berbentuk bulat, diambil oleh Kurator. Lalu sebuah televisi yang sudah disiapkan video tentang konflik Aceh pun diputar. Selama 10 menit lebih kurang, rekaman didalamnya bisa mereka kembali kejadian di masa pahit silam.

Konflik yang berkepanjangan di Aceh tidak saja menelan korban dari pihak yang bertikai, masyarakat dan orang berilmu juga menjadi imbasnya. Tiga foto tokoh penting Aceh yang wafat dalam konflik Aceh juga terpajang disana, yang pertama Teuku Djohan. 

Putra Aceh kelahiran Desa Tanoh Abee, Seulimeum, Aceh Besar, yang pernah memegang beberapa jabatan penting di Aceh, baik jabatan militer maupun jabatan di pemerintahan sipil menjadi wakil Gubernur Aceh, Ketua DPRD Aceh dan Anggota MPR-RI. "Beliau meninggal ditembak pada tanggal 10 Mei 2001, sepulang shalat maghrib dari Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh." Demikian tulisan pada teks dibawah foto.

Pada foto di sampingnya yang lain dengan jarak sekira beberapa jengkal, Prof. Dr. Safwan Idris, MA. Ulama Intelektual dan Guru Besar, tertulis tanggal 16 September 2000 pukul 07.00 WIb, meninggal ditembak di rumah dinasnya, jalan Alkindi Darussalam. Jelas, konflik sangat merugikan. 

Terakhir, mantan Rektor Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Prof. Dr. Dayan Dawood, MA yang kini namanya diabadikan sebagai nama gedung tempat pertemuan (Aula) di Unsyiah. Pada tanggal 6 September 2001 sekitar pukul 14.45 WIB, beliau meninggal ditembak oleh orang tak dikenal di kawasan jalan tgk. Daud Beureeh, tepatnya di depan kantor PDAM, Lampineung, Banda Aceh.

Dalam Ruang Memorial Perdamaian  ini, teks naskah MoU Helsinki juga dipajang di salah satu sisi ruangan. Butir-butir MoU bisa dibaca oleh siapa saja, sebagai bukti angin perdamaian telah terhembus dari Finlandia ke Serambi Mekkah pada 15 Agustus 2005. Hanya menghitung hari, peringatan tersebut akan sampai pada 10 tahunnya, yaitu 15 Agustus 2015. Hanya kita yang bisa menjaga perdamaian ini. Seperti tertulis pada sebuah dinding putih dalam ruang ini, 'Senjata Bukan Tanda Damai'. (Tamat)

No comments:

Post a Comment

Subscribe

Total Visitor Blog

Flickr