Tuesday 18 August 2015

10 Tahun MoU Helsinki;Pesan Wali Nanggore kepada Generasi Muda Aceh

Malik Mahmud | Foto: ARIFUL
Malik Mahmud | Foto: ARIFUL
BANDA  ACEH-Masa perdamaian Aceh sudah mencapai 10 tahun, setelah mengalami masa konflik bersenjata yang menelan banyak korban selama 30 tahun. Bencana Tsunami, dan diikuti penanda tanganan MoU Helsinki menjadi awal dari Aceh memasuki era baru.

"Ini merupakan momen sejarah besar untuk Aceh secara khusus, dan Indonesia secara umum yang turut dikagumi oleh masyarakat dunia," kata Wali Nanggroe Aceh, Teungku Malik Mahmud Al Haytar.

"Generasi muda, terutama yang masih dalam pendidikan saat ini, akan menjadi pewaris Aceh, dan bertanggung jawab untuk memimpin Aceh di masa yang akan datang, saya harap mereka selalu ingat dan pelajari sejarah-sejarah Aceh yang lalu, serta sejarah kenapa Aceh bisa konflik, dua kali kita jadi konflik, 1953, dan tahun 1976 hingga akhir ini. Serta bagaimana cara menyelesaikannya," lanjutnya.

Dirinya menegaskan, konstitusi Indonesia dan MoU Helsinki telah diturunkan menjadi undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Selanjutnya telah diimplementasikan ke dalam PP dan PERPRES serta Qanun Aceh.

"Selama masa damai 10 tahun, sudah banyak perubahan di Aceh, sebelumnya kita mengalami konflik senjata yang sangat panjang, 30 tahun, dan memakan sangat banyak korban di Aceh. Disusul kemudian tsunami yang sangat besar. Hari ini ekonomi sudah mulai bergerak, kita bisa kemana-mana, ke pegunungan pun tidak jadi masalah lagi," kata Malik Mahmud.

Malik Mahmud mengajak semua masyarakat Aceh untuk sama-sama menjaga perdamaian yang sudah tercipta, kemudian menindak lanjuti pembangunan ekonomi yang lebih teratur. Pembangunan yang menyentuh masyarakat secara luas.

"Status Aceh sekarang sudah lain, dari sebelum konflik dan ketika konflik, sekarang kita Aceh sudah memiliki hak-hak yang khusus. Dan ini tidak dimiliki oleh wilayah-wilayah lain, ini adalah berkat perjuangan yang sudah cukup lama. Berkorban harta benda dan nyawa, kita harus menjaga hasil dari MoU Helsinki bersama untuk menjadi Aceh yang lebih bermartabat," ungkap Malik Mahmud. 

Pendidikan Sejarah Aceh Perlu Dimasukkan dalam Sekolah

Perubahan ke arah yang lebih positif selalu diharapkan oleh semua pihak untuk kemajuan Aceh dimasa mendatang. Hal itu disampaikan Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar saat ditemui (14/8) di Banda Aceh.

Wali Nanggroe berharap setelah 10 tahun pasca MoU Helsinki, masyarakat Aceh bisa lebih mengenal dirinya sebagai orang Aceh. "Sejarah Aceh ini sangat penting dipelajari bagi kita semua, dan ke depan itu harus dipelajari di sekolah-sekolah mulai tingkat dasar, kalau tidak kita tidak tahu tentang Aceh dan akan hilang arah. Kita terbawa arus, ini harus dipahami," ungkap Malik Mahmud. 

Lebih lanjut, Malik Mahmud mengatakan, kedepan di Aceh akan ada pusat pengkajian sejarah, sejarah Aceh akan digali kembali, dari sana nanti semua orang Aceh dapat belajar akan sejarahnya. 

Dikatakannya, pemerintah harus membenahi ini, karena sejarah-sejarah itu sangat penting, dan ini adalah merupakan kewajiban bagi seluruh masyarakat Aceh, "Sejarah dan apa yang tersalin dalam MoU Helsinki harus dipahami semua masyarakat, apalagi bagi pemerintah, mereka harus benar-benar paham, mulai dari sejarah Aceh di masa lalu, hingga sejarah perjuangan hingga tercapai MoU Helsinki," jelasnya.

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar dalam kesempatan yang sama, mengajak semua kalangan untuk sama-sama menjaga kedamaian yang telah dicapai. 

No comments:

Post a Comment

Subscribe

Total Visitor Blog

Flickr