Judul Buku :
Istanbul Warna Ibu Kota Dunia
Penulis :
Ariful Azmi Usman
Penerbit :
Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki
Jumlah Halaman : 160
halaman
Tahun Terbit :
Maret 2015
Dari Kemegahan Islam, Erdogan Hingga Uroe Gantoe
Berbicara Turki
terasa hambar tanpa menyinggung Istanbul di dalamnya, ibu kota dinasti Turki
Usmani, tempat dimana peradaban Islam nan megah dibangun. Kerajaan Islam yang
menguasai hampir seluruh dataran asia dan eropa sebelum akhirnya runtuh pada
awal abad ke-19. Jembatan selat Bosphurus, museum Hagia Sophia, masjid
Sultanahmet merupakan bagian kecil di antara anugerah Tuhan yang ditipkan
melalui orang-orang Turki, keturunan khalifah Usman.
Buku ini pada
dasarnya berisikan catatan perjalanan penulisnya saat mengikuti program belajar
keahlian dan kebudayaan di Istanbul tahun 2014. Dalam buku ini, Istanbul
digambarkan sebagai sebuah kota dengan segudang keunggulan di dalamnya,
terutama keunggulan dalam memelihara dan merawat aset bersejarah, kematangan
demokrasi hingga sikap nasionalisme yang dimiliki rakyatnya.
Tentang merawat
sejarah ada hal menarik yang dikemukakan dalam buku ini. Dijelaskan bahwasanya
orang-orang Turki menggunakan sejarah sebagai landasan pembangunan fisik
negaranya. Dikisahkan dahulu salah satu sultan dinasti Ottoman berniat untuk
membangun jalan bawah laut penghubung benua Eropa dan Asia namun keinginan
tersebut tidak kunjung terealisasikan. Cita-cita ini kemudian dilanjutkan oleh
Erdogan yang membangun Marmaray, jalur bawah laut penghubung benua Eropa dan
Asia yang terletak di bawah jembatan Bosphurus.
Membaca buku ini penulis seakan menggiring pembacanya untuk menjelajahi setiap sudut kota Istanbul. Kemegahan masjid, sikap santun masyarakatnya hingga kematangan dalam demokrasi begitu detil dijelaskan. Nilai Islam yang amat kental masih melekat pada masyarakat Turki juga dijelaskan secara jelas. Misalnya bagaimana pendukung Erdogan bersikap amat santun kepada pihak oposisi saat merayakan kemenangan meskipun mereka mengetahui bahwa negarawan pilihannya itu memperoleh suara terbanyak pada pemilihan presiden tahun 2014. Tentu suasana demikian sangat jarang ditemui di negara kita khususnya di Aceh, apatah pasca berlangsungnya pemilu/pilkada.
Selain itu,
penulis dalam buku ini juga menjelaskan berbagai pengamatan yang ditemuinya
saat berada di Turki, seperti tradisi orang Turki meminum kopi hitam (black
tea) hampir di setiap waktu dan jam kerja berlangsung, memakan durum –salah
satu makanan khas Turki- lazimnya di Aceh dikenal kebab hingga pasar
tradisional yang ada di sana.
Ada hal menarik
yang dideskripsikan terkait dengan pasar tradisional di Turki.. Letak pasarnya
yang berpindah-pindah hingga jenis barang seperti rempah-rempah dan berbagai
peralatan rumah tangga yang dijual lebih murah dari biasanya menjadikan tempat
ini begitu ramai didatangi oleh pembeli. Dalam hal ini, penulis menyamakannya
dengan uroe gantoe/uroe peukan yang ada di Aceh.
Pengamatan yang
jeli dan setiap pengalaman yang dirasakan oleh penulis digambarkan secara lugas
dan jelas membuat para pembaca ingin mendalami lebih jauh tentang negara Turki.
Membuka lembaran demi lembaran buku ini pembaca diajak untuk bernostalgia
tentang kemegahan dan keagungan Islam, tempat dimana setiap keputusan dan
kepentingan umat dikendalikan.
Penyajian kalimat
yang sederhana menjadikan penjelasan dan gambaran yang dikemukakan oleh penulis
begitu mudah dipahami oleh pembacanya. Demikian juga kata-kata yang digunakan
juga tidak berlebihan.
Pada akhirnya,
melalui buku ini penulis hendak mengabarkan pada kita bahwa pembangunan yang
dilakukan oleh Turki baik fisik maupun sumber daya manusianya berlandaskan
Islam sebagai poros utama. Setidaknya, Turki melalui dinasti Ottoman yang
berkuasan ratusan tahun menguasai hampir seluruh daratan Eropa dan Asia telah
membuktikannya. Langkah yang dilakukan oleh Atttaturk menanggalkan agama
(Islam) dari negara menjadikan Turki sebagai pengekor negara lain.
Kehadiran
Erdogan sebagai pemimpin Turki dianggap membawa angin pembebasan dari embel-embel
sekularisme. Kemajuan Turki hari ini baik di bidang ekonomi maupun pembangunan
tak lepas dari ketaatan dan sifat sederhana pemimpinnya. Semoga perilaku yang
sama dapat dicontoh oleh pemimpin Islam lainnya. Semoga!
Resensi ini ditulis oleh Zahlul Pasha, pertama kali diterbitkan oleh Tabloid Pikiran Merdeka, Edisi Perdana. 10 Agustus 2015
No comments:
Post a Comment