Friday 26 June 2015

Membangun Hubungan Kembali Dengan Turki

Makam Tengku Di Bitay | Foto: ARIFUL


SEBAGIAN besar orang Aceh pasti sadar dengan kegemilangan Aceh di masa silam sebagai sebuah negara yang kuat dalam mempertahankan wilayahnya. Namun begitu, tentu hal tersebut menjadi hal yang biasa karena tidak mungkin orang Aceh menjelekkan tanah kelahirannya sendiri.

Meski demikian, pengakuan dari orang luar Aceh adalah satu hal paling penting dalam sejarah ini. Salah satunya datang dari mahasiswa asal Turki yang saat ini sedang mengambil S2 di Ekonomi Islam, International Islamic University of Malaysia.

Namanya Mehmet Berkun Denli, saat berkunjung ke kampung Turki di Bitai, Berkun ditemui oleh wartawan koran ini, pada Sabtu (30/5) dirinya berbicara banyak hal tentang sejarah hubungan Aceh dan Turki di masa silam.

"Saya sangat penasaran dengan Aceh, saat masih kuliah S1 di Universitas Marmara di Istanbul Turki, dosen kami sering menyebut tentang Aceh. Dan hampir semua mahasiswa mungkin mengenal nama ini, tapi tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang," ujar pria berjenggot tebal ini.

Gapura bertuliskan “Selamat Datang di Pemukiman Bulan Sabit Merah, Bitai-Emperom” terlihat kokoh di atas badan jalan untuk masuk ke GampĂ´ng Bitai yang berada dalam Kecamatan  Jaya Baru, Banda Aceh. Menurut data yang ada, setelah sempat diporak-porandakan oleh Tsunami 2004 silam. Jumlah penduduk saat ini adalah 950 jiwa. Desa ini berjarak sekitar empat kilometer dari Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Pada sekitar tahun 1560 M, Aceh dan Turki bagai sebuah negara yang kembar, jika dilihat dari benderanya. Tak dapat dipungkiri, sejarah mencatat, utusan Aceh pernah tiba di Kostantinopol (sekarang Istanbul) dan membangun hubungan dengan kerajaan Turki Utsmani melalui Sultan II Selim yang berkuasa. Hingga akhirnya kampung Bitai menjadi tempat berkumpulnya utusan Turki yang tiba di Aceh. 

Mehmet Berkun Denli saat di Marmara University mengambil jurusan Ekonomi Sejarah, dirinya menceritakan dalam kuliahnya hampir semua gurunya mencontohkan Aceh sebagai pedagang-pedagang yang ulung dan diplomat yang hebat pada masanya. Menurutnya Aceh sangat dikenal dalam sejarah.

"Saya sangat terkejut karena awalnya hanya mendengar dari orang-orang saja tentang hubungan Aceh dan Turki di masa ottoman (kesultanan Turki), dan hari ini saya sudah tiba di Aceh, bukti sejarah ini sangat penting untuk kami sebagai catatan bahwa kita pernah memiliki sebuah hubungan di masa silam, antara Aceh dan Turki," ujarnya usai menziarahi makam Tgk. Di Bitai.

Ditanya apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan saat sudah mendapatkan bukti tersebut, pria ini mengatakan akan menceritakan pengalamannya tersebut kepada teman-temannya di Istanbul. Dirinya berharap Aceh dan Turki bisa kembali membangun hubungan-hubungan seperti di masa silam.

"Sekarang ada banyak beasiswa dan program yang bisa diikuti oleh anak-anak Aceh untuk sekolah atau kuliah di Turki. Dan saya pikir ini bisa diikuti oleh siapa saja untuk belajar disana," ungkap pria yang juga merupakan sukarelawan di IHH ini.

Dirinya mengatakan selama tiga hari berada di Aceh, ia mengaku nyaman bertemu dengan orang Aceh. "Mereka sangat baik dan ramah semuanya. Saya sudah pernah ke negara lain di Asia, tapi yang terbaik adalah Aceh. Saya banyak melihat persamaan antara Aceh dan Turki," ungkapnya dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan.

"Karakter orang Aceh dan Turki sangat dekat, semoga sejarah kita terus bisa dijaga, Aceh adalah sebuah negara yang hebat, pada masa kesultanan, dan jika anda ingin mengetahui tentang sejarah Islam Asia Tenggara dan dunia, maka Aceh adalah tempatnya."

Dalam sejarah Turki, nama Bitai ditabalkan pasukan Turki untuk mengenang asal mereka dari Bayt Al-Maqdis, nama lain Yerussalem tempat Masjid Al-Aqsa di Palestina. Bitai berdekatan dengan Emperoom. Nama Emperoom juga diberikan pasukan Turki, diambil dari kata imparium atau kerajaan.

Merujuk catatan sejarah, Sultan Salahuddin Ibn Ali Malik az Zahir merupakan putra sulung Raja Aceh Sultan Mughayat Syah. 

Sultan Salahuddin berteman dengan Muthalib Ghazi yang diutus Sultan II Selim dari Turki. Setelah Salahuddin mangkat, Muthalib Ghazi berwasiat agar ia dimakamkan berdekatan dengan temannya itu di Kompleks Makam Tuanku Di Bitai sekarang. Makam terhiasi dengan bintang bulan berwarna putih dan merah tertata rapi di komplek makam ini.

No comments:

Post a Comment

Subscribe

Total Visitor Blog

Flickr