Monday 24 August 2015

"Senjata Bukan Tanda Damai" (1)



BANDA ACEH-Lima pucuk senjata dan dua granat langsung terlihat di atas meja yang tertutup kaca, saat pintu Ruang Memorial Perdamaian dibuka oleh Kurator. Seraya mempersilakan penulis masuk, lemparan senyum sang Kurator yang terlintas dari bibirnya pun nyaris tak berarti, ketika isi ruangan tersebut menyambut kami, keheningan terjadi.  

Sebanyak lima pucuk senjata yang sudah tak berdaya lagi tersebut, senantiasa menjadi tontonan pengunjung, bedil yang dimusnahkan bersama sekitar 834 pucuk lainnya beberapa tahun lalu itu diantaranya adalah Senapan AR 15, AK 56, sejajar dengan senapan Sabhara V2, Pistol P1 dan Pistol 45 yang semuanya sudah dipotong.

Jalan panjang perjalanan Aceh menuju damai tercatat di samping kanan ruangan, pada dinding yang berjarak sekitar dua meter dari sebuah meja, tempat senjata yang sudah terpotong diletakkan. Garis panjang sejarah konflik Aceh termaktub disana, mulai 1513 saat melawan Portugis, Aceh sebagai sebuah negara yang disegani, hingga masa pergolakan DI TII, memasuki era proklamator Teungku Hasan Tiro dan masuk ke masa perdamaian.

Banyak hal yang bisa dikenang dan menjadi pelajaran untuk masa yang akan datang. Ruangan sederhana yang multiguna dan multi layanan ini, memberikan pelayanan informasi secara menyeluruh, terhadap rangkaian peristiwa sejarah konflik dan perdamaian di Aceh. 



Awalnya ruangan ini adalah ruang kerja salah satu bidang dalam Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh, tahun 2014, kini ruangan itu sudah disulap dengan seisinya adalah ingatan tentang jalan perdamaian Aceh. Kini sudah diperluas, letaknya, tepat sebelah kanan pintu masuk utama kantor ini. "Tahun 2014 saya mengusulkan anggaran untuk diperluas, setelah fisiknya diselesaikan, kemudian pada 2015 kita isi konten. Tahun 2013, ruangannya masih seperempat dari ini, dan tidak memungkinkan," kata kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh, Nasir Zalba bersemangat.

Ruangan ini menurut Nasir Zalba, masih menunggu masyarakat yang memiliki benda, buku atau apa saja, yang ada hubungannya dengan sejarah, untuk dihibahkan, supaya bisa lebih terawat dan terjaga. Selain itu, bagi masyarakat, mahasiswa dan pelajar yang ingin menggunakan tempat ini untuk berdiskusi juga diizinkan. Sebuah ruangan tidak jauh berbeda dengan ruang tamu juga ada disini, buku-buku tentang Aceh juga sudah tertata dengan sangat rapi, meski belum semuanya lengkap.


Ruangan yang sejuk ini, selain memamerkan senjata yang sudah tidak berfungsi lagi, juga memajang sejumlah foto-foto penting yang bisa menghipnotis pengunjungnya untuk merasakan bagaimana pedihnya Aceh dalam konflik. "Kita berharap generasi ke depan, agar bisa belajar dari konflik ini, karena pada dasarnya, sangat banyak kerugian yang ditimbulkan oleh konflik, semoga generasi mendatang tidak lagi mengulangi hal yang sama," cetus Nasir Zalba. (Bersambung) baca: "Senjata Bukan Tanda Damai" (2) 

*Tulisan ini pertama dimuat oleh Koran Harian Rakyat Aceh


No comments:

Post a Comment

Subscribe

Total Visitor Blog

Flickr