Kopi dan Buku | Foto: Ariful Usman |
Beranjak, saya menembus gerimis hujan yang menyerang kaca helm tua. Sepeda motor melaju menembus jalan yang tergenang air. Malam jika mata tak kuasa untuk lelap, suguhan film Ertugrul menarik untuk ditonton. Itu malam Sabtu.
Sebuah film tentang sejarah Turki Utsmani, dari suku Kiyi, mereka pengembara dan sering berpindah tempat, hingga episode enam, film masih dalam persiapan bangsa Turk menuju Aleppo, tanah yang diberikan kepada kakek buyut bangsa Turk.
Dalam film bereferensi sejarah itu, dijelaskan bahwa Turki Utsmani sebelum dinasti dibangun, merupakan keturunan dari Ertugrul, kemudian memiliki anak bernama Osman Gazi, dan dialah yang mendirikan dinasti yang berkuasa hingga enam abad lamanya. Namun film itu belum habis saya tonton, karena berhasa Inggris, kadang-kala harus aktif google translate -anggap saja melatih bahasa Inggris.
Lima menit menghayal melatih ingatan malam itu, sampai sudah saya di warung kopi. Mata yang kantuk, ingin membaca buku. Kopi menjadi obat penawar. "Sanger Espresso bang, satu gelas, saya masih sendiri."
Celaka, binatang jatuh dalam air, terbang menabrak dinding, mungkin pilot yang tidak mampu mengimbangi lagi pesawatnya, harus masuk dalam kopi. Co-pilot hanya pasrah, tiga detik saya langsung mencongkel dengan sendok, makhluk yang tak berdosa tak perlu dicaci, kecuali ia mulai menebar racun.
Ketika Sultan Al Fatih menaklukkan Konstantinopel, musuh Islam yang menyerah, akan tetap ditinggalkan -tidak dibunuh, asal membayar pajak kepada Ottoman. Tahun 2014 saat saya berkunjung ke Istanbul, sebuah pulau terluar dari negeri itu, bernama Buyukada, menampung orang Yahudi, menurut orang-orang di sana, mereka membayar pajak lebih untuk pemerintah Turki saat ini.
Keputusan Yahudi Israel untuk membangun 3.000 permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yeusalem – selain melanggar hukum internasional – juga membuktikan keserakahan kaum Yahudi Israel. Al-Quran sudah mengingatkan salah satu ciri yang menonjol pada kaum ini adalah serakah dan tamak terhadap dunia.
وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ
“Dan kamu akan jumpai mereka adalah manusia-manusia yang paling tamak terhadap dunia, bahkan dibanding kaum musyrik… (QS al-Baqarah [2]:96).
Ketamakan Yahudi Israel itu juga menunjukkan betapa mereka adalah kaum yang tidak tahu berterimakasih. Mereka lupa, bahwa sebelum negara Yahudi Israel berdiri di Palestina, 14 Mei 1948, mereka adalah bangsa yang teraniaya di berbagai penjuru dunia; terusir dari negeri mereka sendiri, dan kemudian selama beratus tahun mendapatkan perlindungan dari kaum Muslimin di Andalusia dan Turki Utsmani.
Kondisi Yahudi di wilayah Kristen Eropa itu begitu bertolak belakang dengan perlakuan yang diterima Yahudi saat di bawah kekuasaan Islam. Sejumlah penulis Yahudi menggambarkan kondisi Yahudi di Spanyol di bawah pemerintahan Islam ketika itu sebagai suatu “zaman keemasan Yahudi di Spanyol” (Jewish golden age in Spain). Martin Gilbert, sebagai misal, mencatat tentang kebijakan penguasa Muslim Spanyol terhadap Yahudi.
Dia katakan, bahwa para penguasa Muslim itu juga mempekerjakan sarjana-sarjana Yahudi sebagai aktivitas kecintaan mereka terhadap sains dan penyebaran ilmu pengetahuan. Maka mulailah zaman keemasan Yahudi di Spanyol, di mana penyair, dokter, dan sarjana memadukan pengetahuan sekular dan agama dalam metode yang belum pernah dicapai sebelumnya. Kaum Yahudi itu bahkan menduduki jabatan tertinggi di dunia Muslim, termasuk perdana menteri beberapa khalifah di wilayah Islam bagian Timur dan Barat. Hidayatullah (13 Desember 2012).
Sepuluh jari terus menari di atas keyboard, saya membaca dua buku tentang Turki, satu berjudul Erdogan Bukan Pejuang Islam, dan lainnya sebuah majalah Tempo, bergambar perempuan bercadar hitam. Adzan berkumandang, gerimis masih memantulkan aspal. Malam ini kita belah tiga duren.[]
No comments:
Post a Comment