Barongsai |
BARONGSAI merupakan tarian tradisional Tiongkok yang sudah ada sejak berabad-abad lalu, seni budaya orang Tionghoa ini menggunakan sarung yang menyerupai singa. Menurut orang Tionghoa, singa merupakan simbol keberanian, stabilitas dan keunggulan.
Meski dalam catatan sejarah, Tarian Barongsai sudah ada sejak masa Dinasti Chin berkuasa, yakni pada sekitar abad ke tiga sebelum masehi. Hal itu berbeda dengan di Aceh, di Ibu Kota Provinsi Aceh, Barongsai mulai ada sejak tahun 2011 dan terus dikembangkan oleh masyarakat keturunan Tionghoa di Banda Aceh.
Hal itu sebagaimana juga saat disampaikan Kho Khie Siong menjawab Rakyat Aceh di Banda Aceh, Sabtu (6/2) lalu. Menurut ketua Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) Aceh ini, saat awal-awal pembentukannya di Aceh, pihaknya mendatangkan Barongsai dari luar Aceh, termasuk juga pelatihnya dari Yogjakarta dan juga Medan.
Di awal-awal tahun itu, menurut pria yang akrab disapa Aki ini, memang menjadi tantangan tersendiri untuk memainkan Barongsai di negeri yang sangat menjunjung tinggi syariat Islam. Kalau melihat masa lalu, Barongsai di Tiongkok juga digunakan saat berperang. "Musuh akan mengira orang-orang China, membawa Singa, untuk menyerang musuh," kata Aki.
Namun, seiring berjalannya waktu, kini Barongsai di Aceh terus berkembang. Bahkan higga tahun 2016 ini, Barongsai menjadi salah satu oahraga yang dipertandingkan eksebisi di PON 2016 Bandung, Jawa Barat.
"Ini bukan lagi milik orang Tionghoa sepenuhnya saat ini, tapi sudah menjadi milik bersama," tutur Aki. Kalau dulu pemainnya disebut pemain Barongsai, kini disebut atlet Barongsai. Di Aceh, Barongsai dalam waktu yang singkat juga sudah diakui oleh KONI Aceh.
Mengutip beberapa senior Barongsai di Jakarta dan luar Aceh lainnya, Aki mengatakan bahwa Aceh memberikan warna berbeda dalam dunia Barongsai di Indonesia. Barongsai di Aceh juga pernah dikolaborasikan dengan tarian-tarian Aceh, seperti Seudati dan Rapai geleng, menurut Aki itu adalah tarian-tarian yang dinamis.
Menurut Aki juga, Barongsai telah membuktikan bahwa Syariat Isam yang diterapkan di Provinsi Aceh sama sekali tidak mengganggu perkembangan seni budaya lain di Aceh. "Bahkan kita juga punya atlet wanita, dan mereka aman saja untuk bermain Barongsai dengan jilbab dan mereka juga sudah tampil di Nasional," lanut pria kelahiran 1964 itu.
Saat ini, cabang olahraga yang bisa mempersatukan Tionghoa dengan Aceh tersebut, telah memiliki lebih kurang ada 30an orang atlet, baik senior maupun pemain junior.
Dikatakan Aki, yang menjadi daya tarik juga bagi Barongsai di Aceh, adalah orang-orang luar merasa heran dan kaget ketika di Aceh bisa dimainkan Barongsai, dan ini sangat fenomenal, karena seringkali Aceh dipandang berbeda dari luar Aceh. "Ini juga membuktikan bahwa anggapan orang luar terhadap Aceh selama ini jelas berbeda," pungkasnya.
Aki berharap, tahun ini, dengan Kera Api yang lebih dinamis, apa yang direncanakan bisa behasil. Dirinya juga berharap agar ekonomi juga menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. []
No comments:
Post a Comment